jump to navigation

bacalah ! atas nama Tuhanmu Juni 2, 2008

Posted by arifinmh in Uncategorized.
trackback

iqro atau bacalah atas nama Tuhanmu ini, mungkin yang sangat cocok untuk menggambarkan sebuah tulisan yang ditulis dari pena sang penulis produktif dinegeri kita tercinta ini yakni oleh Oleh : Reza Ervani tentang sastra, Buku dan Peradaban. tanpa mengurangi isi dari tulisan ini saya ingin mengajak pada para pembaca untuk memulai membaca, bekerja, belajar dan berdiam atau istrahat dalam kondisi apapun semuanya dilandasi atas nama Tuhan (Allah SWT) sehingga setiap detik dan langkah-langkah kita merupakan serangkaian nilai-nilai yang akan dapat dinikmati kelak di hadapan-Nya. berikut petikan konkritnya :

Bismilahirrahmanirr ahiim

Syeikh Abdul Halim Mahmud (mantan Pemimpin tertinggi Al Azhar Mesir)
menulis dalam bukunya al Quran fii syahr al Quran bahwa :

Dengan kalimat Iqra’ bismi rabbik, Al Quran tidak sekedar memerintahkan
untuk membaca, tapi `membaca’ adalah lambang dari segala apa yang
dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat
tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan `Bacalah demi
Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu’. Demikian
juga apabila anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu
aktifitas, maka hendaklah hal tersebut juga didasarkan pada bismi rabbik
sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti `Jadikan seluruh
kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi karena
Allah’

Sayyid Quthb dalam fii Zhilal menuliskan ketika menafsirkan surah Al
Alaq :

…., tampak jelas pula hakikat pengajaran Tuhan kepada manusia dengan
perantaraan `kalam’ (pena dan segala sesuatu yang semakna dengannya).
Karena, kalam merupakan alat pengajaran yang paling luas dan paling
dalam bekasnya di dalam kehidupan manusia.

Prof. Quraish Shihab dalam tafsir Al Mishbah menuliskan :

… Dari uraian diatas kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat diatas
menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah swt dalam mengajar manusia.
Pertama, melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia …
***

Tiga kutipan diatas tampaknya sudah cukup untuk mengantar sebuah
pernyataan bahwa membaca dan menulis adalah sebuah kerja peradaban.

Kenapa Rasulullah saw mendapatkan mu’jizat berupa sebuah kitab suci,
bukan keajaiban membelah lautan, bukan keajaiban menghidupkan orang
mati, dan bukan keajaiban-keajaiban yang sulit dicari alasan ilmiahnya
atau bahkan riwayat shohihnya. Karena peradaban akhir zaman dibangun
diatas kerja membaca dan menulis.

Jadi naif rasanya, jika kegiatan membangun sebuah peradaban baru,
dilakukan dengan melupakan kerja membaca dan menulis. Nonsense rasanya,
jika visi membangun pendidikan yang lebih baik dilakukan dengan
melupakan dunia pena dan pustaka.

Sejarah sering menceritakan kepada kita, betapa mujahid sejati
senantiasa basah dengan darah di medan perang dan basah pula dengan
tinta di medan pemikiran.

Yang kurang dari bangsa besar inipun sebenarnya cuma satu, menulis dan
membaca dengan seksama.

Kita lebih sering berkomentar dan berceloteh sebelum usai membaca. Usai
membaca bukanlah khatam sekali dua, karena mungkin ada kata simpul yang
tak tercerna, mungkin ada kalimat kunci yang belum terbuka, mungkin ada
makna yang belum terkuak.

Dalam bahasa Quran, dikenal dengan istilah tartil, yang terambil dari
kata ratala yang antara lain berarti serasi dan indah. Ucapan-ucapan
yang disusun secara rapi dan diucapkan dengan baik dan benar dilukiskan
dengan kata-kata tartil al Kalam.

Mungkin karena kita jarang membaca dengan tartil, lahirlah
pendapat-pendapat prematur yang jangankan masuk ke ranah ilmiah,
dipahamipun sulit jadinya. Lalu ditanam pula pendapat-pendapat itu pada
lahan yang kering sehingga berbuah selisih paham dan debat
berkepanjangan. Naudzubillahi min dzalik.

Sebuah buku tak hanya judul yang terpampang di sampul, tapi alur
halaman-halamannya merupakan buah pikir yang dirapikan dengan seksama,
ditelaah kembali dengan membaca dan membandingkan. Mungkin karena itu
berat bagi komentator dan spesialis penulis kata pengantar untuk
melahirkan sekian banyak buku. Bukan karena sulit, tapi pola pikiran
yang masih terlalu acak dan eksplosif sangat rumit untuk diterjemahkan
dalam lembaran-lembaran terstruktur. Allahu `Alam.

Pikiran-pikiran yang rapi, bab-bab yang rapi, hingga judul yang rapi
kadang hilang makna pula, jika tak bertemu pembaca yang memiliki jeda
waktu yang rapi untuk berhenti sejenak memahami emosi yang tersembunyi
dibalik rangkaian huruf.

Orang-orang dengan jeda teratur inilah yang kekuatan katanya harus pula
didengarkan oleh mereka yang berjuang dalam kata dan kalimat. Karena
jeda mereka mengantarkan orang-orang itu mampu menelaah sekian banyak
lembar yang terkadang tak sempat tersentuh oleh seorang penulis.
Mungkin itu alasan kenapa Quran menyandingkan pendengaran setelah hati,
sebelum penglihatan. Karena mendengar lebih sulit daripada melihat.
Membaca seksama jauh lebih sulit daripada melihat sekilas. Tak perlu
alasan, karena anda pasti mendengar bisikan sang penulis ketika melihat
rangkaian kalimatnya dengan teliti, tapi dapat dipastikan bahwa anda
hanya akan mendengar komentar emosi hati sendiri ketika membacanya tanpa
jeda.

Begitu pula peradaban, ia tidak lahir serta merta. Kalaupun ada, pondasi
rapuhnya hanya akan mengantarkannya pada era sejarah, yang kadang bisa
terkenang, tapi lebih banyak tidak. Pondasinya lahir dari telaah
mendalam yang merupakan buah dari kerja `membaca’. Lembaran-lembaran itu
nantinya berubah menjadi nilai yang menjaga dan memberi warna. Jika
begitu banyak lembaran yang salah dan tidak ada yang meluruskan, maka
kehancurannya hanyalah persoalan waktu.

Jadi jika ada yang bertanya kepada seorang muslim tentang cara ia
membangun peradaban baru, maka dengan singkat ia menjawab,”Iqro,
bismirabbikaladzi khalaq”

Dinamika peradaban yang dibaca dengan seksama.
Membaca seksama yang mengkristal menjadi pikir yang mendalam.
Buah pikir mendalam yang digubah secara teliti menjadi Sastra.
Sastra yang dirapikan dalam sebuah buku.
Akan mengantarkan kita kepada pintu peradaban yang diimpikan.
Peradaban yang dibangun dengan Nama Tuhan yang Menciptakan.

Insya Allah.

Bandung, 26 Jumadil Ula 1429 H, berteman Teh Melati hangat buatan Istri
Kutulis untuk sahabat Fiyan Arjun, jangan biarkan penamu mengering
karena komentar lima menit, juga buat crew Penerbitan Rumah Ilmu
Indonesia, kerja kalian adalah kerja melahirkan peradaban, jangan lemah

Komentar»

No comments yet — be the first.

Tinggalkan komentar